Pemahaman di Pertengahan Desember


Desember. Empat tahun yang lalu. Saya tidak pernah tahu bila empat tahun yang lalu itu saya menjadi mengenal kamu. Dan saya tidak pernah tahu bagaimana perkenalan sederhana itu bisa membawa jalan cerita yang penuh hal hal tidak terduga. Terkadang saya tidak percaya bagaimana skenario Tuhan bekerja dengan luar biasa. Bagaimana saya bisa mengenal kamu dan bisa sedekat itu,sungguh terkadang terasa lucu. Apalagi bagaimana segalanya berubah menjadi keadaan yang seperti ini. Hidup selalu menawarkan kejutan. Seperti bagaimana kehadiran berubah menjadi kehilangan. Rasa nyaman menjadi kekecewaan. Atau harapan hanya berakhir dengan kesedihan. Menggantung tinggi tanpa berani mencoba menggapainya lagi.

Saya tidak tahu kapan saya mulai menyukai kamu. Mungkin sejak awal mengenal,atau saat menunggu pesan pesanmu,atau saat tersenyum membaca panjang ceritamu,atau ketika mendengar nyanyianmu,atau saat berada di sampingmu,atau saat kau bilang kau menyayangiku. Entah. Saya tidak tahu kapan tepatnya,namun saya menyukai kamu. Rasa yang ternyata menetap begitu lama. Rasa yang saya kira,kamu juga merasakannya. Karena yang saya ingat kamu bahagia. Karena yang saya ingat kamu bilang tidak ingin mengakhiri semuanya. Karena yang saya ingat kamu bilang saya sudah mengisi satu tempat di hatimu. Karena yang saya ingat kamu tidak akan melepaskan saya. Karena yang saya ingat kamu meminta saya untuk tetap ada.

Saya mungkin mudah lupa dimana saya menaruh pulpen beberapa detik yang lalu. Namun saya masih ingat apa yang kamu katakan pada 2 Desember tiga tahun lalu pukul 5 sore. Saya ingat bagaimana kamu menyapa saya untuk pertama kalinya pada 28 Desember 2013 pukul 7.47 malam itu. Saya ingat jaket apa yang kamu pakai saat pertama kali saya ada di belakang kemudimu. Saya ingat apa warna kipas angin di rumahmu. Saya ingat berapa nomor kunci motormu. Saya ingat berapa nomer absensimu. Saya ingat nama bank dimana pertama kali ayahmu bekerja. Karena,bagaimana saya bisa lupa ? Pada segala tentang seseorang yang telah mengisi ruang bernama hampa.

Perasaan yang saya punya sudah berulang kali membuat luka. Karena seperti yang sudah terjadi,kamu pun mengetahui,bahwa sudah berulang kali kamu pergi. Berpindah ke bahagia yang lain. Dan sudah berulang kali pula saya mencoba menghapuskannya. Sebisa mungkin baik baik saja setelah hadirmu tak lagi ada. Namun kamu tahu,perasaan saya selalu kembali ketika kamu menyapa lagi. Ketika kita saling bercerita lagi. Ketika hadirmu ada dalam hari hari saya lagi. Dan itu,sudah berulang kali. Pada akhirnya hati saya tetap sama. Tetap cinta.

Namun kini,empat tahun usai saya mengenal kamu. Saya tahu pada akhirnya saya harus melepaskanmu—sekaligus perasaan yang susah sekali hilang itu. Saya sadar selama ini saya tidak pernah benar benar berusaha menghapus rasa itu. Karena disamping membuat terluka, juga membuat banyak alasan untuk bahagia. Namun sekarang saya mengerti bahwa sudah waktunya benar benar mengakhiri perasaan yang ada. Agar tidak terlalu banyak aksara hanya untuk menuliskan luka. Agar tidak lagi terlalu banyak tetes air mata hanya untuk alasan yang sama. Agar nyeri di dada tidak terlalu sering lagi saya rasa. Agar saya bisa sepenuhnya baik baik saja ketika melihat dan teringat segala tentang kamu—atau kita yang dulu.

Semoga,kamu tetap bahagia. Terimakasih untuk segalanya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Novel Kisah Sang Penandai

A Little Step For A Big Dream

Akses Yang Terlupakan; Realita Jalanan Banjarnegara