Perjalanan ke Masa Lalu

Aku berdiri di atas tanah Yogyakarta. Salah satu wilayah geografis di Pulau Jawa, yang katanya istimewa. Tahun-tahun kedepan, aku akan membuktikan apakah memang benar Yogyakarta mampu membuat siapa saja jatuh cinta. Tapi yang jelas, tiba di Yogyakarta dengan segala kisah dibaliknya, membuatku bahagia. Kubisikkan pada diriku sendiri, terimakasih sudah sampai di titik ini.

Setiap manusia meninggalkan jejak-jejak luar biasa hingga ia akhirnya tiba di titik dimana ia berdiri saat ini. Tercipta berbagai cerita dalam perjalanan menggapai cita-cita. Banyak yang perlu dikorbankan untuk sampai pada apa yang selalu disemogakan. Malam ini, aku ingin melakukan perjalanan ke masa lalu. Menyelami apa-apa saja yang sudah kulakukan hingga aku menjadi diriku yang sekarang.

Melintasi waktu, aku melihat seorang perempuan dengan seragam putih abu-abu tengah berjalan sambil merapatkan jaketnya. Dunia masih sangat pagi, jam dinding bahkan belum menunjukkan pukul enam. Kedua kakinya tampak senang dan tak bosan, walau sudah dua tahun lebih melangkah di jalan yang sama. Ia selalu menikmati berjalan kaki ke sekolah di pagi hari. Baginya, pagi artinya segala sesuatu dimulai kembali. Pagi menghapuskan sisa tangisan seseorang tadi malam. Pagi menghadirkan harapan untuk keputusasaan kemarin sore. Pagi menawarkan kebahagiaan, seiring dengan hadirnya matahari yang perlahan membuat dunia menjadi terang benderang.

Perempuan itu sampai di gerbang, berbelok ke kanan, menaiki tangga, lalu berjalan hingga sampai di kelas dengan plang bertuliskan XII MIPA 2. Ya, perempuan itu adalah aku. Pelajar kelas tiga Sekolah Menengah Atas, berdiri dengan segala beban di pundak, yaitu tas sekolah yang penuh sesak serta realita yang sering membuatnya menangis terisak. Adalah aku, yang pada suatu pagi semangatnya begitu menggebu dan tiba pada sore hari, jiwanya diliputi ragu. Adalah aku, yang cepat sekali berlari namun suatu waktu hanya mampu duduk diam seorang diri. Ini adalah ceritaku, pelajar biasa dengan ketidakstabilan emosi yang ia punya, namun tetap selalu ingin membuat hidupnya bermakna.

Seperti pelajar kelas tiga SMA pada umumnya, aku pun sibuk merangkai cita-cita. Namun sebelumnya, aku pun didatangi “tanya” yang sepertinya juga hadir pada banyak orang lainnya. Tanya yang sanggup membuat orang tenggelam dalam pikirannya sendiri, membuat kedua tangan terus mencoba meraih permukaan lautan, berharap menemukan kelegaan. Tanya yang datang dengan halus, tanpa mengetuk pintu, seenaknya tiba melewati fentilasi udara, seketika masuk ke dalam kepala, bertanya pada kita :

Hai, jiwa yang hidup dalam tubuh manusia, memangnya apa yang ingin kau lakukan untuk dunia? Cita-cita apa yang kau punya, yang membuatmu masih pantas menjadi bagian dari populasi yang kian hari semakin membuat sesak bumi ini? 

Katanya, hidup adalah perjalanan mencari jawaban. Dan perjalanan ini, adalah petualangan yang sangat berharga untuk dilewati. Pertanyaan yang hadir padaku saat itu cukup membuatku tenggelam lama sebelum akhirnya kembali bernafas lega. Membuatku menyelami isi kepala, yang ternyata rumitnya melebihi rumus fisika. Tetapi, setelah akhirnya memutuskan pilihan perihal cita-cita, perjalanan tak berhenti sampai disitu saja. 

Aku yang tengah membangun impian dengan hati-hati dan sesekali kembali ragu dengan keputusanku sendiri, harus menerima kenyataan bahwa memang segala sesuatu tak akan selalu berjalan sesuai apa yang kita harapkan. Aku dengan payah menelan berbagai ucapan yang sampai ke telinga, berusaha sekuat tenaga tidak membenci diri sendiri dan mencoba percaya bahwa tidak apa-apa untuk jujur perihal apa yang memang kita cinta serta memperjuangkannya. 

Masing-masing pejuang memiliki cara mereka sendiri untuk berlari mendekati mimpi. Bagiku sebagai pelajar di kelompok kelas MIPA dan memutuskan mengambil jurusan kuliah di rumpun sosial humaniora, tentu harus ada usaha lebih agar tetap bisa mengikuti pembelajaran di kelas dengan maksimal dan mengejar materi untuk mempersiapkan diri menghadapi Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) rumpun SOSHUM nantinya. Semua orang tengah berusaha keras, tentu aku pun tak boleh hanya duduk dengan malas. 

Terjaga hingga larut malam, mengerjakan tugas-tugas yang ternyata masih banyak saja walau sudah menjadi pelajar kelas tiga. Memaksa diri bangun lebih pagi, menyemangati diri untuk belajar, demi segala mimpi-mimpi. Duduk manis di bangku kelas, mencoba memahami materi, walau tak jarang rasanya sulit sekali, ditambah rasa kantuk yang datang jika jam sudah semakin siang. Lantas, aku menghabiskan waktu yang tersisa untuk belajar melalui salah satu bimbel online dan mengikuti try out secara online pula dari Eduka

Walau sudah berusaha sebaik mungkin untuk mempersiapkan UTBK, sulit dipungkiri bahwa aku menaruh sedikit harapan pula pada SNMPTN. Dan patah hati itu pun datang, 22 Maret 2019, aku dinyatakan belum berhasil. Seketika ada sedikit rasa sedih, mengingat bagaimana selama lima semester sudah berusaha untuk menjaga nilai rapot dan mengikuti berbagai perlombaan di tengah kesibukan kegiatan keorganisasian. Namun, yang pernah jatuh seharusnya punya keinginan untuk bangkit lebih tinggi. Lagipula, bukan tugas manusia untuk memutuskan takdir dan menetapkan hasil. Tugas manusia adalah berusaha, berdoa, dan percaya. Dan selama sudah melakukan tugas dengan baik, itu cukup. Jawaban dari kegagalan bukan putus asa, namun bangkit dan terus berusaha. Selagi matahari masih bersedia kembali pada bumi di setiap pagi, maka akan selalu ada harapan yang merekah lagi. 

Dalam berjuang mencapai impian, tentu banyak kutemui segala rintang yang rasanya membuat kaki berat sekali melanjutkan langkah. Namun, bagaimanapun sulitnya, aku tidak ingin berhenti. Aku tidak mau menyerah di tengah jalan. Seperti kata Dee dalam buku Filosofi Kopi, “Bahwa betapapun punggungmu ingin berbalik, kau tahu lebih baik untuk terus berjalan. Terus berjalan”. 

Pada akhirnya, setiap tetes keringat pun air mata, rasa lelah, dan perjuangan melawan menyerah, terbayarkan. Piagam yang aku kumpulkan dan nilai rapot yang berusaha kumaksimalkan membawaku pada kata sederhana di pengumuman PBUB UGM malam itu : diterima. Satu kata yang ternyata membuatku sulit tidur setelahnya. Segala yang aku usahakan untuk UTBK pun dengan seizin semesta membawaku diterima pada salah satu pilihan di SBMPTN. 

Aku tersenyum usai mengunjungi diriku di masa lalu. Ingin rasanya kubisikkan, terimakasih untuk usaha kerasnya selama ini. Sebenarnya, kamu belum mendapatkan jurusan  yang benar-benar kamu inginkan, yang selama ini kamu tuliskan dan kamu pajang besar-besar di kamar. Tapi tak mengapa, aku sungguh tetap berterimakasih dan bangga padamu. Pilihanmu untuk berani mengambil resiko, pilihanmu untuk tidak menyerah, dan perjuanganmu adalah inspirasi bagiku. Segala luka yang kau rasa, membuatku menjadi aku yang sekarang.

Sudah kau temui rupa-rupa wajah dunia. Entah itu hamparan padang hijau yang membuatmu terpukau, ataupun tandus lahan yang membuatmu sulit bertahan. Entah itu langit senja yang membuatmu bahagia, ataupun gemuruh badai yang membuat langkahmu tak kunjung sampai. Tapi lihatlah, kau berhasil melalui itu semua. Perjalananmu selamanya menjadi pengingat bagiku. Bahwa jika suatu hari nanti, hidup menjadi berat untuk dijalani, masalah terlalu rumit untuk dihadapi, aku akan mengingat bagaimana kau memilih untuk tetap kuat. Aku akan mengingat bagaimana kau melewatinya, dan kemudian aku sadari, hidup akan tetap baik-baik saja. 

Untuk siapa saja yang sedang membaca, sekarang giliran kamu. Untuk apapun yang sedang kau perjuangkan, coba diam sebentar. Tengok dan kunjungi dirimu di masa lalu. Tentu ia telah berjuang hingga kau bisa seperti kau yang sekarang. Jangan lupa berterima kasih padanya karena telah bertahan. Sebelum sibuk melihat pencapaian orang di sekitar, mari kunjungi dirimu sendiri. Barangkali, itulah inspirasi yang kau cari. Semangat perjuangan dari dirimu di masa lalu. Dan kau kini punya pilihan, melanjutkan perjuangannya sembari memperbaiki kesalahan yang mungkin pernah ada atau mengutuknya karena apa-apa yang kau inginkan tak jadi kenyataan. Namun kuharap, kau memilih opsi yang pertama. 

Semoga, kita semua bisa dengan sabar dan kuat menghadapi kejutan-kejutan yang nantinya akan dihadirkan dunia. Belajar menerima segala yang diberikan semesta. Dan tentunya, selalu berusaha mewujudkan yang selama ini selalu disemogakan. Semangat!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Novel Kisah Sang Penandai

A Little Step For A Big Dream

Akses Yang Terlupakan; Realita Jalanan Banjarnegara