Putih Abu-Abu Tanpa Kamu
Putih
Abu-Abu Tanpa Kamu
Satu
tahun berlalu cepat, laksana sapuan ombak. Dan sejujurnya, saya masih enggan
beranjak. Semua berakhir tanpa jejak. Waktu membuat kita semakin berjarak.
Gerbang
sekolah itu pernah jadi saksi dua orang siswa yang datang terlalu pagi, ketika
gerbang masih terlalu enggan berpura pura terbuka pada semua siswa dengan besi
kokohnya, ia masih tertutup rapat. Saya dan kamu diam di tempat.
Saya
suka suasana pagi, saya suka berangkat sekolah ketika suasana masih sepi,
dinginnya angin menemani, dan merah mentari masih terlalu menepi. Dan saya
sudah mengalami jutaan pagi, namun tak satupun dari mereka mampu membuat
jantung saya berdegup cepat, seperti pagi itu, saat saya dan kamu, berangkat
sekolah dalam satu waktu.
Sekolah
setelah kepergianmu, kadang saya masih menemukan bayanganmu di sela sela
ruangan, penuh kenangan. Bayangan yang selalu saya suka, karena tidak seperti
kamu, ia lebih mudah diraih. Karena tidak seperti perempuan perempuan itu, dia
selalu bersamamu. Meski kadang kamu memilih gelap untuk melenyapkan. Membuatnya
bersatu dengan kepekatan.
Terkadang
masih saya dengar suara tawamu di antara kebisingan kantin sekolahan. Senyumanmu
masih sekelebat muncul di kerumunan keramaian. Atau sapaan hangatmu tiba tiba
hadir di pendengaran.
Saya terjebak di ruang simulakrum. Meleburnya realitas
dan ilusi hingga akhirnya objek yang nyata pun tak jelas lagi.
Lorong
sekolah menyimpan kenangan ketika kita berdua berjalan, hanya sesederhana
langkah kaki yang bersamaan, saya merasa sangat senang. Tapi kini lorong tak
lebih dari sekadar akses menuju tempat lain, tak ada lagi bahagia karena
langkah kaki kita.
Barisan
upacara kini terasa sedikit berbeda, karena saya tidak lagi bisa berjinjit
jinjit untuk menemukan kepalamu lagi. Lapangan menyisakan kehampaan, karena
saya tidak lagi bolak balik ke kamar mandi, hanya untuk melihat kamu yang
sedang berolahraga di sana.
Parkiran
kini sebatas lahan sesak penuh kendaraan, karena tak bisa lagi saya menemukan
kebahagiaan kecil dengan mencari motormu di sana. Jendela hanya sekadar benda
dengan kaca, ketika tak bisa lagi muncul bahagia ketika saya menangkap sosokmu
di baliknya.
Nantinya
mungkin hujan akan terasa menyakitkan, karena akan membuat saya teringat hari
dimana petrichor mengundang kita bertemu, dan hujan mengajak kita bercerita. Terlalu
menyakitkan untuk menjadi potongan masa lalu. Kepingan yang tidak pernah tidak
tentang kamu.
Putih
Abu Abu kini tidak lebih bewarna, dibandingankan ketika masih ada kamu di
dalamnya. Saya baru sadar, hampa bukan berarti karena saya tidak punya apa-apa,
namun karena saya terlalu mengisi hari hari kepada semua hal yang berkaitan
dengan kamu. Dan ketika kamu pergi, tak ada kata yang tepat lagi selain sepi.
Kini kata 'semriwing' berganti nama dengan 'semriwing yang dulu'
BalasHapusAduduu mba salma ^^
HapusGa paham p.s. nya
BalasHapusJadi tidak semua yang saya tulis adalah hal yang sesuai dengan saya, tidak semua saya rasakan/saya alami, sama seperti tidak semua hal yang kamu baca adalah hal yang sesuai dengan dirimu, begitu.
Hapus