Supermoon Nyctophobia

Supermoon Nyctophobia sebenarnya adalah ide yang sudah ada sejak dua tahun yang lalu,kemudian saya kembangkan dan perbaiki lagi menjadi sebuah cerita pendek yang sebenarnya masih banyak kekurangannya,namun sedikit mengobati kerinduan saya pada aksara~ 

_________________________________________________________________________________


Supermoon Nyctophobia

Hasil gambar untuk stars and moon tumblr

Lapisan keajaiban bernama langit itu membentang megah di kelopak mataku. Terkadang dia hanya lapisan kosong. Terkadang ia begitu sedih,mengundang kulumbus yang berhimpun menghasilkan hujan. Terkadang ia terlalu senang,membiarkan surya bersinar lebih terang dari biasanya. Dan bagiku,langit paling menakjubkan ketika ia sedang tertidur. Ketika matahari menghilang dari cakrawala dan membuat sang langit terbenam menuju mimpi mimpinya. Kemudian,pengisi mimpi langit yang sebenarnya tiba. Mereka adalah, para bintang. Membentuk garis garis putih yang  dinamai rasi. Yang punya cerita sendiri bagi pendahulu asal Yunani. Yang dikaji dengan teliti oleh anak anak astronomi. Aku tidak melihat bintang dengan kacamata mereka. Bagiku,bintang sesederhana harapan. Keberanian. Dan ketulusan. Seperti yang telah seseorang ajarkan.
.           Aku tersenyum saat pandanganku menangkap sosokmu di kursi panjang itu.
“Kau terlambat satu menit dua puluh delapan detik dari perjanjian,nona.” Ujarnya sambil melirik jam tangan IWC-nya.
“Terimakasih informasinya,tuan.” Dia tertawa.
            Beberapa detik kemudian kami berdua asik berbincang seputar banyak hal. Mulai dari cuaca yang sudah mulai sering hujan,kondisi politik negara yang tengah ramai oleh perebutan kursi jabatan,warung nasi goreng langganan yang kini pindah lapak,buku dan film terbaru,spanduk di lampu merah yang jatuh karena hujan deras kemarin sore,temannya yang pergi menonton konser coldplay,perkembangan latihan pianoku,dan lain lain.
            Seperti obrolan kita pada umumnya. Seperti percakapan kita hari hari biasa. Seperti besok kita masih bisa berjumpa. Seperti tidak ada fakta bahwa besok semuanya akan berbeda. Kami memutuskan tidak merayakan perpisahan.
            Dan ketika matahari mulai berpamitan pada bumi dengan senja-nya,kami tahu bahwa kami pun harus pergi. Aku pandangi bayangan kita yang samar samar tampak karena sisa cahaya dari semburat jingga yang indah di langit sana. Berusaha menahan air mata.
            “Terimakasih ya. Sampai jumpa di lain hari.” Dia tersenyum. Aku tersenyum.
            “Sampai jumpa.”
            Kemudian dia segera menaiki bus yang baru saja berhenti. Aku mengamati sosoknya,lalu memandang bus itu hingga benar benar tak sanggup dijangkau penglihatanku. Saat itu,air mataku berlinangan begitu saja. Sungguh perpisahan terdamai yang pernah aku rasakan. Aku senang dia pernah hadir,bukan sekadar sedih karena kini dia pergi. Namun ada nyeri di hati,ada perasaan takut apabila aku tidak akan pernah melihatnya lagi. Akan tetapi,lewat matanya aku yakin bahwa dia tidak pernah kemana mana,selama aku menyimpannya dalam ingatan. Dan dia akan kembali,semoga.
            Langit mulai gelap dan aku tersenyum. Kini aku sudah bisa berjalan dengan perasaan tenang tanpa ditemani matahari. Dulu,aku tidak pernah bisa melakukan itu. Kegelapan adalah musuhku. Hingga aku mengenal dia.
            Kehadiran seseorang dalam hidup kita,aku yakin selalu ada alasan dibaliknya. Demikian pula dengan kepergiannya. Dua puluh delapan purnama yang lalu,saat itu,aku sudah terbiasa dengan kehadiranmu dalam hari hariku. Seorang teman yang menenangkan. Saat itu,kamu sedang berada di rumahku.
            “Apa yang kau lakukan?” Aku berteriak terkejut karena dia mematikan salah satu lampu ruang tamu. Meski tak sepenuhnya gelap karena masih ada satu lampu lagi. Ya,aku memiliki phobia terhadap kegelapan atau biasa disebut dengan nyctophobia. Phobia ini kualami karena trauma gempa yang pernah kurasakan malam hari dan semuanya gelap karena listrik pun mati,saat itu aku sangat panik dan ketakukan. Hingga kini,ketika aku berada di ruangan gelap atau berada di luar rumah dengan keadaan gelap gulita,aku akan merasakan kekhawatiran dan ketakutan yang luar biasa.
            “Nona,tidak usah panik. Lagipula lampunya masih menyala satu,aku akan menceritakan sesuatu. Cobalah untuk tenang,atur nafasmu.” Aku mencoba menurut.
            “Di langit sana,saat ini,ada bertabur bintang yang sangat banyak. Mereka membentuk konstelasi yang indah. Titik titik cahaya yang menyenangkan dilihat mata. Apakah kau tahu? Mereka berasal dari masa lalu. Cahayanya baru sampai ke bumi karena jarak yang sangat jauh. Saat ini,di langit sana mungkin ada bulan yang selalu setia mengindahkan malammu. Dia tetap di situ walau berapa kalipun kau tak pernah peduli akan hadirnya. Nona,kapan terakhir kali kau melihat bintang? Bulan? Memandang ke langit malam yang menakjubkan? Membiarkan semilir angin dingin melewati tubuhmu? Merasakan kedamaian di dalam hatimu?”
            “Nona,banyak hal indah yang hanya bisa terlihat sewaktu gelap. Aku tahu kau pernah punya trauma masa lalu. Aku tahu kau memiliki rasa takut pada gelap. Tapi,nona,hal terbaik untuk menyikapi rasa takut kita adalah menghadapinya. Aku punya sesuatu untuk ditunjukkan jika kau memang gadis pemberani dan kuat seperti yang ku kenal.”
            “Apakah kau mau mematikan lampu yang satunya,dan menghadapi rasa takutmu?” Tanyanya. Aku menatapnya ragu ragu namun kemudian mengangguk. Pelan,aku berjalan untuk mematikan lampu,dan ikut memejamkan mataku. Aku mendengar suara korden jendela dibuka,lantas aku membuka mata. Di depanku,terlihat jelas dari balik kaca sebuah bulan raksasa dan beberapa tabur bintang,aku terpana.
            “Lihat? Indah bukan? Kenalkan,itu supermoon. Purnama yang bertepatan dengan posisi terdekat bulan dengan Bumi. Bulan menjadi terlihat lebih besar dan terang dari biasanya.” Aku tersenyum senang.
            “Jangan biarkan ketakutanmu menghalangimu dari sesuatu yang menakjubkan. Hadapilah rasa takutmu,berdamailah dengan masa lalumu. Aku tahu kau mampu,makanya aku beranikan diri melakukan ini.”
            “Sungguh,ini menakjubkan,tuan. Kau,dan pemandangan ini. Terimakasih.” Dia tersenyum sebagai balasan. Segaris senyum yang membuatku sadar betapa pentingnya memilih untuk kuat.
            Lamunanku berhenti ketika aku sadar mobil polisi dan ambulans tiba tiba datang kemudian terdengar keramaian,entah dari sumber suara yang mana,ketika aku berusaha untuk mencari tahu,aku mendengar bahwa bus yang baru saja lewat mengalami kecelakaan dan jatuh ke dalam jurang.
            Duniaku gelap.
            Tenggorokanku tercekat.
            Namun aku tahu,kini,aku punya pilihan untuk tetap kuat.









Komentar

  1. Untaian kata yang anda sadurkan membuat saya menggigit bantal yang ada di samping saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah membaca ^^ saya tunggu tulisan tulisanmu ditulis dalam blog juga ya

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Novel Kisah Sang Penandai

A Little Step For A Big Dream

Akses Yang Terlupakan; Realita Jalanan Banjarnegara